BAB 1
KAJIAN TEORI
A.
Trauma Pelvis
Merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3
trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya
disertai trauma pada alat – alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli – buli,
rektum serta pembuluh darah.
B.
Mekanisme /
patofisiologi trauma pelvis
Trauma biasanya terjadi secara langsung
pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada
orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress
pada ramus pubis.
Mekanisme
trauma pada cincin panggul terdiri atas:
1.
Kompresi
anteroposterior
Hal
ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan.
Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi
eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book
injury.
2.
Kompresi lateral
Kompresi
dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi
apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka
atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
3.
Trauma vertikal
Tulang
inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur
ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi
apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai
4.
Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat
terjadi kombinasi kelainan diatas.
C.
Manifestasi klinis
trauma pelvis
Fraktur panggul sering merupakan bagian
dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ – organ lain dalam
panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan
subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena
perdarahan yang hebat. Terdapat Anamnesis:
a.
Keadaan dan waktu trauma
b.
Miksi terakhir
c.
Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d.
Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e.
Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan
klinik:
a.
Keadaan umum
- Denyut nadi, tekanan darah dan
respirasi
- Lakukan survei kemungkinan trauma
lainnya
b.
Lokal
-
Pemeriksaan nyeri: Tekanan dari samping cincin panggul, Tarikan pada cincin
panggul
-
Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan
deformitas
-
Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis
-
Pemeriksaan colok dubur
D.
Berdasarkan
klasifikasi Tile:
-
Fraktur Tipe A: pasien
tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat
nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis.
-
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan
tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang terdapat
darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering
meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat
nyeri.
E.
Pemeriksaan penunjang
trauma pelvis
a.
Pemeriksaan radiologis:
-
Setiap penderita trauma
panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas pemeriksaan
rongent posisi AP.
-
Pemeriksaan rongent
posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.
b.
Pemeriksaan urologis dan lainnya:
-
Kateterisasi
-
Ureterogram
-
Sistogram retrograd dan
postvoiding
-
Pielogram intravena
-
Aspirasi diagnostik
dengan lavase peritoneal
F.
Penatalaksanaan trauma
pelvis
a.
Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
b.
Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
-
Fraktur avulsi atau
stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi, pelvic
sling
-
Fraktur tidak stabil
diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan oleh grup
ASIF
Berdasarkan
klasifikasi Tile:
-
Fraktur Tipe A: hanya
membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan traksi tungkai
bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
-
Fraktur Tipe B:
·
Fraktur tipe openbook
Jika
celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis.
Jika
celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara
miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
·
Fraktur tipe closebook
Beristirahat
ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan,
akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat
deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan
pen pada krista iliaka.
-
Fraktur Tipe C
sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan
reduksi dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat
ditempat tidur sekurang – kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai,
maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih
plat kompresi dinamis.
G.
Komplikasi trauma
pelvis
a.
Komplikasi segera
-
Trombosis vena ilio
femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan secara
rutin untuk profilaktik.
-
Robekan kandung kemih :
terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian tulang
panggul yang tajam.
-
Robekan uretra : terjadi
karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa.
-
Trauma rektum dan
vagina
-
Trauma pembuluh darah
besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.
-
Trauma pada saraf :
·
Lesi saraf skiatik : dapat
terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu 6
minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
·
Lesi pleksus
lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal
disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf.
b.
Komplikasi lanjut
-
Pembentukan tulang
heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat
atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.
-
Nekrosis avaskuler : dapat
terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
-
Gangguan pergerakan
sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah
asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini
menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan
memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
-
Skoliosis kompensator
BAB
II
PEMBAHASAN
Trauma Pelvis
Perempuan riwayat KLL dengan terlempar dari becak sejauh 5m, ditemukan di
pinggiran pagar selokan. Mengeluh nyeri pada perut bagian bawah, ada luka
aberasi di sekitar tonjolan tulang panggul. Pada saat dilakukan pemeriksaan
palpasi pada psias kanan kiri, teraba krepitasi. Respirasi : 28x/menit, N :
120x/menit, TD : 110/90 mmHg.
A. Pengkajian
1.
Data subyektif
-
Pasien mengalami trauma
pada pelvis
-
Pasien mengeluh nyeri
pada perut bagian bawah
2.
Data obyektif
-
Respirasi : 28x/menit
-
Nadi : 120x/menit
-
TD : 110/90 mmHg
-
Teraba krepitasi pada
psias kanan kiri
-
Ada luka di sekitar
tonjolan tulang panggul
B. Diagnosa keperawatan
1.
Nyeri
akut (00132)
Domain
12 : comfort
Class 1 :
physical comfort
Definisi : sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman emosional yang timbul dari kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau penggambaran dari kerusakan (International
association for the study of pain); yang terjadi tiba-tiba atau secara
pelan-pelan dari intensitas ringan hingga berat dengan diantisipasi atau dapat
diprediksi dan dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Defining characteristics :
a.
Perubahan respirasi
(normalnya 12-20x/menit)
b.
Laporan secara verbal
dari pasien
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri
v NOC (Nursing
Outcome Classifications) :
a.
Comfort level (tingkat kenyamanan)
Definisi : Perasaan fisik dan psikologi
yang tenang
Indikator :
-
Melaporkan kesejahteraan fisik
-
Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
-
Melaporkan kesejahteraan psikologis
-
Mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri
b.
Pain Control (kontrol nyeri)
Definisi : Tindakan seseorang untuk mengatasi nyeri
Indikator
-
Mengenal penyebab nyeri
-
Mengenal onset nyeri
-
Menggunakan tindakan pencegahan
-
Menggunakan pertolongan non-analgetik
-
Menggunakan analgetik dengan tepat
-
Mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk mencari pertolongan
-
Menggunakan sumber-sumber yang ada
-
Mengenal gejala nyeri
-
Melaporkan gejala-gejala kepada tenaga kesehatan profesional
-
Melaporkan kontrol nyeri
c.
Pain Level (Tingkat nyeri)
Definisi : Gambaran nyeri atau nyeri
yang ditunjukkan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3
x 24 jam pada pasien dengan gangguan nyeri akut
dapat teratasi dengan kriteria :
-
Melaporkan nyeri berkurang
-
Tidak menununjukkan ekspersi wajah menahan nyeri
-
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
-
Tidak mual
-
Tanda vital dalam rentang normal
v Nursing Intervention Classification (NIC) Pain Acute
a.
Pemberian Analgetik
Definisi: Menggunakan agen farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
Aktivitas
-
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan
berat nyeri sebelum memberikan pengobatan
-
Cek catatan medis untuk jenis obat, dosis, dan
frekuensi pemberian analgetik
-
Kaji adanya alergi obat
-
Pilih analgetik atau kombinasi analgetik yang sesuai ketika menggunakan
lebih dari satu obat.
-
Tentukan pilihan jenis analgetik (narkotik, non-narkotik, atau NSAID/obat
anti inflamasi non steroid) bergantung dari tipe dan beratnya nyeri
-
Pilih rute, IV,IM untuk pemberian pengobatan injeksi
-
Berikan tanda pada narkotik dan obat terbatas lain, sesuai dengan protokol
-
Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik narkotik saat
pertama kali atau jika muncul tanda yang tidak biasanya
-
Berikan analgetik lain dan atau pengobatan lain jika
diperlukan untuk memperkuat reaksi analgetik
-
Evaluasi keefektifan analgetik dengan frekuensi interval teratur setiap
pemberian, tetapi terutama setelah dosis awal, observasi tanda dan gejala serta
efek obat (misalnya depresi pernafasan, mual muntah, mulut kering, dan
konstipasi)
-
Dokumentasikan respon analgetik dan efek yang muncul
-
Evaluasi dan dokumentasikan tingkat sedasi pasien yang
mendapatkan opioid.
-
Lakukan tindakan untuk mengurangi efek analgetik (misal konstipasi dan
iritasi lambung)
-
Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis, dan rute pemberian, atau
perubahan interval diindikasikan, buat rekomendasi spesifik berdasar pada
prinsip kesamaan analgetik
b.
Cutaneus stimulation : stimulasi pada kutan
Definisi: Stimulasi pada kulit dan
dibawah jaringan untuk menurunkan tanda dan gejala yang tidak diinginkan
seperti nyeri, spasme otot, atau inflamasi
Aktivitas
-
Diskusikan variasi metode pada stimulasi kulit, efeknya terhadap sensasi,
dan harapan pasien selama kegiatan
-
Seleksi strategi stimulasi kutan yang spesifik, berdasar pada keinginan
pasien, kemampuan untuk berrpartisipasi, kesukaan, dukungan orang dekat, dan
kontraindikasi
-
Lakukan sesuai indikasi, frekuensi, dan prosedur aplikasi
-
Aplikasikan stimulasi secara langsung disekitar area yang dipakai
-
Pilih tempat stimulasi, pertimbangkan alternatif tempat lain jika aplikasi
langsung tidak memungkinkan
-
Pertimbangkan titik penekanan pada area yang distimulasi, jika mungkin
-
Tentukan lama dan frekuensi stimulasi, sesuai metode yang dipakai
-
Anjurkan untuk menggunakan stimulasi yang teratur, jika mungkin
-
Ajak keluarga untuk berpartisipasi, jika mungkin
-
Seleksi metode atau tempat alternatif untuk stimulasi, jika tujuan tidak
dapat tercapai
-
Hentikan stimulasi, jika nyeri bertambah atau terjadi iritasi kulit
-
Evaluasi dan dokumentasikan respon klien selama stimulasi
c.
Pemberian Medikasi
Definisi: Menyiapkan, memberikan, dan mengevaluasi
keefektifan obat yag diresepkan dan yang tidak diresepkan dokter
Aktivitas
-
Kembangkan kebijakan dan prosedur untuk keakuratan dan
keamanan pemberian pengobatan
-
Kembangkan dan gunakan lingkungan yang aman dan
efisien dalam pemberian pengobatan
-
Lakukan prinsip 5 benar
-
Verifikasi peresepan obat sebelum memberikan
pengobatan
-
Menentukan dan atau merekomendasikan pengobatan, jika sesuai, menurut
kewenangan peresepan dokter
-
Monitor alergi, interaksi, dan kontraindikasi dari pengobatan
-
Catat jika pasien alergi terhadap pengobatan dan hentikan pengobatan
-
Pastikan hipnotik, narkotik, dan antibiotik tidak diteruskan atau
diorderkan kembali setiap hari
-
Siapkan pengobatan menggunakan peralatan yang tepat dan teknik pemberian
obat yang benar
-
Hindari memberikan obat yang tidak terlabel dengan
baik
-
Monitor tanda vital dan hasil laboratorium sebelum pemberian obat
-
Berikan obat sesuai teknik dan rutenya
-
Monitor efek samping pada pasien, toksisitas, dan
interaksi dari pemberian obat
-
Dokumentasikan pemberian obat dan respon pasien,
menurut pedoman yang ada
d.
Manajemen Nyeri
Definisi: Teknik mengurangi nyeri sampai
tingkat nyaman yang dapat diterima oleh pasien
Aktivitas
-
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi:
lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
-
Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
-
Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
-
Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
-
Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup: pola tidur,
nafsu makan, aktifitas kognisi, mood, relationship, pekerjaan, tanggungjawab
peran
-
Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga
dengan nyeri kronis
-
Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
-
Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab,
berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
-
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex: temperatur ruangan,
penyinaran, dll)
-
Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex:
relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin,
massase, TENS, hipnotis, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresusure)
-
Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
-
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
-
Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman
nyeri secara tepat
-
Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau
terjadi keluhan
-
Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri
-
Lakukan pengkajian terhadap pasien dengan nyaman dan
lakukan monitoring dari rencana yang dibuat
-
Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi,
dukungan dari keluarga dekat dan kontraindikasi ketika strategi penurun nyeri
telah dipilih
-
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika strategi
penurun nyeri telah dipilih
-
Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga
profesional lain unntuk memilh tenik non farmakologi
-
Berikan analgetik yang berguna optimal
-
Gunakan PCA
(Patient Controlled Analgesia)
-
Berikan pengobatan sebelum aktivitas untuk
meningkatkan partisipasi
-
Berikan analgetik sebelum perawatan dan atau strategi
nonfarmakologi sebelum prosedur yang menyakitkan
-
Modifikasi kontrol nyeri sesuai respon pasien
-
Gunakan pendekatan multidisiplin dalam penanganan
nyeri
-
Berikan informasi yang akurat untuk meningkatkan
pengetahuan keluarga dan respon terhadap pengalaman nyeri
-
Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
2.
Gangguan
mobilitas fisik (00085)
Domain 4 :
activity/rest
Class 2 :
activity/exercise
Definisi
: keterbatasan pada kemandirian, pergerakan fisik dari tubuh dengan maksud
tertentu atau dari salah satu atau lebih dari ekstremitas.
Defining
characteristics :
-
Keterbatasan pergerakan
-
Keterbatasan kemampuan
untuk melakukan gerak yang benar
Faktor yang berhubungan :
-
Intoleransi aktivitas
-
Kehilangan integritas
dari struktur tulang
-
Gangguan
musculoskeletal
-
Nyeri
-
Pembatasan bergerak
sesuai medikasi dari medis
v NOC
(Nursing Outcome Classifications):
a.
Joint Movement
: Active
Range
of Motion pada sendi
b.
Mobility Level
Kemampuan
untuk bergerak dengan tujuan tertentu
c.
Transfer performance
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan gangguan mobilitas
fisik
teratasi dengan kriteria
hasil:
·
Klien meningkat dalam
aktivitas
fisik
·
Mengerti tujuan dari
peningkatan
mobilitas
·
Memverbalisasikan
perasaan
dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
·
Memperagakan penggunaan
alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)
v
Nursing Intervention Classification (NIC) Gangguan
Mobilitas Fisik
a. Perawatan Bed Rest
b. Pengaturan posisi
a. Perawatan Bed Rest
Definisi: dukungan
kenyamanan dan keamanan dan pencegahan komplikasi pada pasien yang tidak mampu
untuk turun dari tempat tidur
Aktivitas
-
Jelaskan alasan mengapa pasien perlu bed rest
-
Letakkan pada bed yang tepat
-
Hindari penggunaan kasur yang teksturnya kasar
-
Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan
-
Gunakan perlengkapan pelindung bagi pasien pada bed
-
Monitor kondisi kulit
-
Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
-
Tingkatkan kebersihan
-
Bantu aktivitas sehari-hari pasien
-
Monitor fungsi perkemihan
-
Monitor terhadap konstipasi
-
Monitor status pernafasan
b. Pengaturan posisi
Definisi: penentuan penempatan pasien atau bagian
tubuh pasien untuk mendukung fisik dan psikologis yang baik
Aktivitas
-
Meletakkan pasien pada tempat tidur yang sesuai
-
Membantu pasien dalam perubahan posisi
-
Monitor status oksigen/ pernafasan sebelum dan setelah perubahan posisi
dilakukan
-
Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu diimobilisasikan
-
Fasilitasi posisi yang mendukung ventilasi/ perfusi
-
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
-
Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
-
Minimalkan gesekan ketika positioning
-
Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase perkemihan
-
Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan pada luka
-
Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik
-
Atur jadwal perubahan posisi pada pasien
c.
Resiko
infeksi (00004)
Domain 11 :
safety/protection
Class 1 : infection
Definisi
: terjadi peningkatan resiko terhadap terjangkitnya organisme patogenik
Faktor
resiko :
-
Pertahanan primer yang
inadekuat ( kerusakan kulit, jaringan traumatis)
-
Prosedur invasif
-
Trauma
v
NOC (Nursing Outcome
Classifications):
1). Immune Status : ketahanan (natural dan didapat) yang
adekuat terhadap antigen eksternal dan internal.
2). Knowledge : Infection
control
Peningkatan
pemahaman mengenai pencegahan dan
kontrol infeksi
3). Risk control
Tindakan untuk menghilangkan dan
mengurangi ancaman kesehatan yang aktual, personal, dan modifikasi
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
·
Klien bebas dari tanda
dan gejala
infeksi
·
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah
timbulnya infeksi
·
Jumlah leukosit dalam
batas
normal
·
Menunjukkan perilaku
hidup
sehat
·
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
batas
normal
v
Nursing Intervention Classification (NIC) Resiko
Infeksi
a. Kontrol Infeksi
Definisi:
Meminimalkan
paparan dan transmisi agen
infeksi
Aktivitas
-
Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan
oleh pasien
-
Ganti peralatan pasien setiap selesai tindakan
-
Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
-
Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
setelah meninggalkan ruangan pasien
-
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
-
Lakukan universal precautions
-
Gunakan sarung tangan steril
-
Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
-
Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
-
Tingkatkan asupan nutrisi
-
Anjurkan asupan cairan
-
Anjurkan istirahat
-
Berikan terapi antibiotik
b.
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Definisi: Pencegahan dan deteksi dini infeksi
pada pasien yang beresiko
Aktivitas
-
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
-
Monitor kerentanan terhadap infeksi
-
Monitor angka granulosit, WBC dan hasil yang berbeda
-
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
-
Berikan perawatan kulit yang tepat pada area edematous
-
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, atau drainase
-
Ispeksi kondisi luka
-
Dukungan masukkan nutrisi yang cukup
-
Dukungan masukan cairan
-
Dukungan istirahat
-
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
c. Skin surveillance/
pengawasan terhadap kulit
Definisi: Mengkoleksi dan menganalisis data
pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
Aktivitas
-
Mengamati ekstremitas terhadap kemerahan, panas,
bengkak, tekanan, tekstur, edema dan ulserasi
-
Mengamati kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas yang ekstrim, atau drainase
-
Monitor kulit pada area yang kemerahan dan
mengalami kerusakan
-
Monitor terhadap sumber penekanan dan friksi/
gesekan
-
Monitor terhadap infeksi
-
Monitor kulit dan membran mukosa terhadap area
yang mengalami perubahan warna dan memar
-
Monitor kulit terhadap kekeringan dan kelembaban
yang berlebihan
-
Monitor warna kulit
d. Perawatan luka
Definisi: Mencegah
komplikasi luka dan meningkatkan kesembuhan
Aktivitas
-
Monitor karakteristik luka meliputi drainase,
warna, ukuran dan bau
-
Bersihkan luka dengan NaCl (normal saline)
-
Pertahankan teknik steril
dalam perawatan luka
-
Inspeksi luka setiap melakukan pergantian
dreesing
-
Bandingkan dan laporkan adanya perubahan pada
luka secara reguler
-
Atur posisi untuk mencegah
tekanan pada daerah luka
-
Tingkatkan intake cairan
-
Ajarkan pada pasien/anggota
keluarga tentang prosedur perawatan luka
-
Ajarkan pada pasien/anggota
keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
-
Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan
penampakannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Herdman, T. Heather.2009.Nursing
Diagnoses : Definitions and Classification 2009-2011.USA : Wiley-Blackwell.
Johnson,
M., Mass, M., Moorhead, S., 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) second edition. Missouri : Mosby
Dochterman,
Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention classification (NIC) 4th
Edition.Missouri : Mosby.
Post a Comment